Pada bait kelima Alfiah-nya, syeikh Ibnu Malik telah
menegaskan bahwa Alfiah yang hendak beliau tulis mengungguli Alfiah Ibnu
Mu’thiy. Konon, pada bait keenam, beliau pada awalnya hendak menyatakan bahwa kitab
beliau lebih unggul 1000 bait ketimbang yang disusun oleh syeikh Ibnu Mu’thiy.
Setelah penulisan separo pertama bait keenam tersebut, tiba-tiba beliau tidak
mampu melanjutkan kitab Alfiah yang hendak beliau karang selama berhari-hari.
Suatu ketika, beliau bermimpi bertemu dengan seorang
pria tak dikenal. Pria itu berkata, “Kudengar bahwa Engkau sedang menulis kitab
Alfiah yang membahas tentang ilmu Nahwu.”
“Ya,” kata syeikh Ibnu Malik.
“Sudah sampai mana?” tanya pria tak dikenal itu.
“Sampai ‘mengunggulinya (kitab Alfiah ibnu Mu’thiy)
dengan seribu bait’,” jawab yang ditanya.
“Apa yang menghalangimu menyempurnakan bait ini?”
“Aku sudah tidak mampu melanjutkan selama
berhari-hari.”
“Apakah Engkau ingin menyempurnakannya?”
“Ya”
“Satu yang hidup memang terkadang mengalahkan
seribu yang mati ya. . .” ujar syeikh Ibnu Mu’thiy. Kemungkinan, pernyataan
beliau ini ditujukan untuk menegur syeikh Ibnu Malik.
“Jangan-jangan Engkau Ibnu Mu’thiy?” kata syeikh Ibnu
Malik, tersadar dengan siapa beliau
sedang berbicara.
“Ya,” jawab pria itu singkat.
Syeikh Ibnu Malik terbangun. Terngiang oleh
apa yang didengarnya dalam mimpi, beliau diliputi rasa malu. Maka ketika masuk
waktu Shubuh, beliau menghapus paroh pertama bait keenam yang telah beliau
tulis, kemudian beliau ganti dengan bait keenam sebagaimana yang sekarang
tertulis di kitab-kitab Alfiah Ibnu Malik yang beredar di tengah-tengah kita.
0 comments:
Post a Comment